Minggu, April 09, 2017

PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER, INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER DAN PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA



PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER,  INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER DAN PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera
Adapun beberapa instrumen kebijakan moneter, diantaranya :
1.       Kebijakan operasi pasar terbuka (open market operation)
2.       Kebijakan diskonto (discount policy)
3.       Kebijakan cadangan khas
4.       Kebijakan kredit ketat
5.       Kebijakan dorongan moral (moral suasion)
Penerapan kebijakan moneter dilakukan dengan cara :
Exchange rate targeting «target nilai tukar»
arget nilai tukar merupakan strategi kebijakan dengan tiga kemungkinan pelaksanaan, yaitu dengan menetapkan nilai mata uang domestik terhadap harga komoditi tertentu yang diakui secara internasional (seperti emas), dengan menetapkan nilai mata uang domestik terhadap mata uang negara-negara besar yang memiliki laju inflasi yang rendah, atau dengan menyesuaikan nilai mata uang domestik terhadap mata uang negara tertentu pada saat perubahan nilai mata uang diperkenankan sejalan dengan perbedaan laju inflasi di antara kedua negara. Nilai tukar yang tetap merupakan instrumen terbaik untuk menjaga stabilitas moneter bagi negara-negara yang memiliki tingkat inflasi yang rendah. Strategi ini membutuhkan komitmen dari otoritas moneter untuk
selalu menjaga keseimbangan neraca pembayaran.

Monetary targeting«target besaran moneter» atau base money targeting«target jumlah uang beredar»
Target besaran moneter merupakan strategi kebijakan dengan menetapkan pertumbuhan jumlah uang beredar (M1 dan M2) denganharapan masyarakat dapat mengetahui arah kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral. Kelebihan dari strategi ini adalah kebijakan moneter lebih independen sehingga bank sentral dapat menfokuskan pencapaian tujuan seperti laju inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambung. Pemilihan strategi kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi suatu negara dari terjadinya hiper-inflasi. Kebijakan ini relatif mudah dan transparan untuk diterapkan. Akan tetapi, pertumbuhan jumlah uang beredar (base money) yang tetap biasanya dibarengi dengan fluktuasi yang lebar dalam tingkat inflasi dan nilai tukar.

Inflation targeting«target inflasi»
Target inflasi merupakan strategi kebijakan dengan mengumumkan kepada publik mengenai target inflasi jangka menengah dan komitmen bank sentral untuk mencapai stabilitas harga sebagai tujuan jangka panjang kebijakan moneter2. Strategi ini merupakan instrumen yang baik untuk mencapai stabilitas makroekonomi dengan inflasi di bawah 15%. Hal ini sulit untuk dilakukan
karena sangat bergantung pada forecasting yang tepat, dan menuntut nilai tukar yang menganut sistem terbuka sehingga memberi kesempatan  bagi para spekulan untuk beraksi. Meskipun demikian, strategi ini merupakan strategi yang terbaik untuk menurunkan inflasi hingga
mencapai 4-5 %.


Implicit but not explicit anchor «kebijakan moneter tanpa jangkar yang tegas»

Kebijakan moneter tanpa jangkar yang jelas merupakan strategi kebijakan tanpa penargetan secara tegas, tetapi tetap memberikan perhatian dan komitmen untuk mencapai tujuan akhir kebijakan moneter. Dari keempat strategi kebijakan moneter di atas, keseluruhannya bertujuan untuk menciptakan kestabilan makroekonomi. Pada banyak kasus termasuk Indonesia, terdapat beberapa sasaran sebagai indikator kestabilan makroekonomi, yaitu stabillitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan ketersediaan lapangan kerja. Melalui pengalaman empiris yang ada, pencapaian ketiga sasaran ini sangatlah sulit dan hampir mendekati tidak mungkin sehingga beberapa negara mulai menggeser strategi kebijakan moneternya dengan mulai fokus pada sasaran tunggal yaitu kestabilan harga.


KAITAN PERILAKU KONSUMEN DENGAN KEPUASAN MARJINAL



KAITAN PERILAKU KONSUMEN DENGAN KEPUASAN MARJINAL
Perilaku konsumen akan mengikuti hukum permintaan barang di pasar yaitu ketika harga naik ceteris paribus (faktor-faktor lain dianggap tetap), maka jumlah barang yang diminta konsumen turun dan sebaliknya bila harga turun ceteris paribus, maka jumlah barang yang diminta akan naik. Perilaku konsumen dapat dijelaskan dengan pendekatan kepuasan marjinal. Kepuasan marjinal yaitu tambahan kepuasan yang diperoleh konsumen karena ada tambahan konsumsi satu unit barang. Kepuasan marjinal merupakan turunan pertama dari kepuasan total.
                                  MU = dTU / dQ
di mana MU = kepuasan marjinal; TU = kepuasan total; dan Q = jumlah barang yang dikonsumsi. Jika P menunjukkan harga barang maka konsumen akan memperoleh kepuasan total yang maksimum apabila
                                       P = MU
KEGUNAAN ELASTISITAS
Elastisitas adalah ukuran kepekaan jumlah permintaan terhadap perubahan faktor yang mempengaruhi (misal harga). Elastisiats permintaan yaitu perubahan jumlah yang diminta akibat adanya perubahan harga. Sedangkan elastisitas harga yaitu persentase perubahan jumlah yang diminta karena adanya perubahan harga barang tersebut sebanyak satu persen.
eh =   % perubahan jumlah yang diminta / % perubahan harga barang tersebut
Elastisitas merupakan salah satu konsep penting untuk memahami beragam permasalahan di bidang ekonomi. Konsep elastisitas sering dipakai sebagai dasar analisis ekonomi, seperti dalam menganalisis permintaan, penawaran, penerimaan pajak, maupun
distribusi kemakmuran. Dalam bidang perekonomian daerah, konsep elastisitas dapat digunakan untuk memahami dampak dari suatu kebijakan. Sebagai contoh, Pemerintah Daerah dapat mengetahui dampak kenaikan pajak atau susidi terhadap pendapatan daerah, tingkat pelayanan masyarakat, kesejahteraan penduduk, pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, dan indikator ekonomi lainnya dengan menggunakan pendekatan elastisitas. Selain itu, konsep elastisitas dapat digunakan untuk menganalisis dampak kenaikan pendapatan daerah terhadap pengeluaran daerah atau jenis pengeluaran daerah tertentu. Dengan kegunaannya tersebut, alat analisis ini dapat membantu pengambil kebijakan dalam memutuskan prioritas dan alternatif kebijakan yang memberikan manfaat terbesar bagi kemajuan daerah.

(Koherensi) dan (Kohesi)



(Koherensi)
Suatu paragfraf dikatakan koheren, apabila ada kekompakan antara gagasan yang dikemukakan kalimat yang satu dengan yang lainnya. Kalimat-kalimatnya memiliki hubungan timbal balik serta secara bersama-sama membahas satu gagasan utama. Tidak dijumpai satu pun kalimat yang menyimpang dari gagasan utama ataupun loncatan-loncatan pikiran yang membingungkan.
Contoh:
Buku merupakan investasi masa depan. Buku adalah jendela ilmu pengetahuan yang bisa membuka cakrawala seseorang. Dibanding media pembelajaran audiovisual, buku lebih mampu mengembangkan daya kreativitas dan imajinasi anak-anak karena membuat otak lebih aktif mengasosiasikan simbol dengan makna. Radio adalah media alat elektronik yang banyak didengar di masyarakat. Namun demikian, minat dan kemampuan mambaca tidak akan tumbuh secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan pembiasaan. Menciptakan generasi literat membutuhkan proses dan sarana yang kondusif.
Paragraf di atas dikatakan tidak koheren karena terdapat satu kalimat yang melenceng dari gagasan utamanya yaitu kalimat yang dicetak tebal.

(Kohesi)
Apabila koherensi berhubungan dengan isi, maka kohesi atau keterpaduan bentuk berkaitan dengan penggunaan kata-katanya. Bisa saja satu paragraf mengemukakan satu gagasan utama, namun belum tentu paragraf tersebut dikatakan kohesif jika kata-katanya tidak padu.
Contoh:
Pada tahun 1997, produksi padi turun 3,85 persen. Impor beras meningkat, diperkirakan menjadi 3,1 ton tahun 1998. swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun 1985, kita mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada tahun 1993. pada tahun 1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton. Impor beras meningkat dan pada tahun 1997 mencapai 2,5 juta ton.
Paragraf di atas mengemukakan satu gagasan utama, yaitu mengenai masalah naik turunnya produksi beras Indonesia. Dengan demikian koherensi kalimat tersebut sudah terpenuhi, namun paragraf tersebut dikatakan tidak memiliki kohesivitas yang baik sehingga gagasan tersebut sulit dipahami. Paragraf tersebut perlu diperbaiki, misalnya dengan memberikan kata perangkai seperti berikut ini.
Pada tahun 1997, produksi padi turun 3,85 persen. Akibatnya, impor beras meningkat, diperkirakan menjadi 3,1 ton tahun 1998. Sesudah swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun 1985, kita mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada tahun 1993. Akan tetapi, pada tahun 1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton. Sejak itu, impor beras meningkat dan pada tahun 1997 mencapai 2,5 juta ton.