Selasa, April 04, 2017

MEMOTIVASI KARYAWAN UNTUK MENGHASILKAN PRODUK DAN JASA YANG BERKUALITAS


MEMOTIVASI KARYAWAN UNTUK MENGHASILKAN PRODUK DAN JASA YANG BERKUALITAS
 


Perkembangan perekonomian di era globalisasi saat ini sangat pesat. Pada era globalisasi ini segalanya dituntut untuk mampu menghadapi persaingan yang lebih kompetitif baik yang berasal dari dalam negeri maupun persaingan yang berasal dari luar negeri. Dewasa ini, perusahaan benar-benar dituntut untuk meningkatkan efisiensi dalam setiap kegiatan operasionalnya. Salah satu cara mengantisipasinya adalah melalui pengembangan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dalam setiap keahlian yang dimilikinya. Selain itu perusahaan harus menerapkan suatu sistem yang tepat untuk menjalankan semua kegiatan organisasinya. Perusahaan akan berkembang apabila organisasi tersebut mampu menerapkan sistem manajemen, sistem fungsional, dan sistem operasional secara tepat, ini merupakan langkah konkret yang harus ditempuh dalam perusahaan sebagai strategi dalam pencapaian tujuan. Tujuan perusahaan hanya dapat dicapai jika para karyawan memiliki gairah bekerja secara efektif, efisien dan produktif untuk mencapai prestasi kerja secara optimal. Jika karyawan kurang bergairah dalam bekerja maka sulit bagi perusahaan dapat memperoleh hasil yang memuaskan. Hal ini menuntut para pimpinan untuk menggunakan kewenangannya dan menjalankan fungsi-fungsi manajerial dengan baik, untuk memperbaiki sikap dan perilaku karyawan supaya bekerja lebih giat dan produktivitas kerjanya meningkat.
Pada umumnya karyawan bekerja dengan baik karena didorong oleh keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik dan rohaninya, sehingga manajerial perusahaan sedapat mungkin memberikan kompensasi yang layak kepada karyawan. Terpenuhinya kebutuhan karyawan dengan mendapatkan kompensasi tersebut maka karyawan merasa ikut memiliki rasa tanggung jawab, bekerja giat, mematuhi disiplin, serta menghasilkan produktivitas yang tinggi kepada perusahaan sehingga dengan seiring sejalan perusahaan dapat memperoleh laba. Setiap perusahaan menginginkan agar usahanya berhasil sesuai dengan harapan untuk mencapai tujuan secara optimal. Cara yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan harus memperhatikan sumber daya manusianya yaitu karyawan. Karyawan yang bertanggung jawab harus memiliki kesadaran untuk menyeimbangkan antara kepentingan individu dan organisasi melalui kerja sama yang saling menguntungkan. Agar dapat menghasilkan efektivitas dan kualitas produk atau jasa sesuai harapan dari suatu organisasi.
Kualitas produksi sangat erat hubungannya dengan produktivitas kerja, sehingga sebuah perusahaan selain memperhatikan masalah kuantitas juga memperhatikan kualitas produksi dari karyawan, selain efisiensi waktu yang telah disediakan. Karyawan harus mempunyai kesadaran untuk dapat bekerja lebih cepat dan berkualitas lebih baik. Apabila karyawan hanya menitikberatkan pada segi jumlah atau kuantitas saja, maka hal ini dapat membuat kualitas produk menurun dan akan merugikan perusahaan. Jabatan pimpinan atau manajerial dalam organisasi memiliki peranan paling dominan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja. Baik dalam tingkat individu, kelompok maupun organisasi. Tetapi dalam menghadapi pihak luar organisasi, mereka harus mampu meningkatkan kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan. Peranan tersebut bersifat interpersonal, informasional dan peranan dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan kenyataan tersebut, diperlukan usaha pengembangan dan peningkatan produktivitas tenaga kerja yang ada, dalam hal ini terkait dengan kerja seorang manajer. Seorang manajer mempunyai kemampuan sosial untuk mengelola tenaga kerjanya secara efektif dengan program pengembangan karier, mengelola staf, mengelola kinerja, kerja tim, motivasi dan pengembangan kelompok. Hal yang sering dilupakan seorang manajer dalam mengambil keputusan biasanya adalah program pelatihan dan pendidikan yang dapat mendorong dan meningkatkan motivasi kerja karyawan agar lebih berprestasi. Program pelatihan dan pendidikan tersebut berguna untuk meningkatkan kinerja karyawan dan produktivitas perusahaan secara menyeluruh dalam waktu yang lama. Produktivitas kerja karyawan tidak terlepas dari pandangan hidup dan sikap mental karyawan dalam menentukan kebijaksanaan untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik dari pada sebelumnya. Sikap mental seperti itu akan membuat karyawan berusaha mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerjanya, karena itu manajer perlu mempunyai ketrampilan untuk mengelola orang secara efektif. Peningkatan produktivitas dapat dicapai melalui penggunaan energi secara fisik, bahan produksi yang lebih baik, dan jalur produksi yang tepat serta organisasi yang baik.
Selain itu, banyak sekali faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar diri manusia yang sangat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, di antaranya adalah tingkat pendidikan karyawan, gizi, dan kesehatan, tingkat pendidikan karyawan, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, etika kerja, disiplin kerja, motivasi kerja, kesempatan manajemen, teknologi, kesempatan berprestasi, serta jaminan sosial yang diberikan perusahaan demi keselamatan kerja karyawannya. Hubungan motivasi dan produktivitas pada tingkat perusahaan sangat tergantung kepada motivasi dari unsur manajemen dalam segala tingkat hierarki perusahaan yang berperan didalamnya. Oleh karena itu, yang perlu mendapatkan perhatian adalah bentuk kepemimpinan yang dianut perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan ini menganut kepemimpinannya bersifat tunggal atau bersifat kelompok. Motivasi manajer suatu perusahaan akan disesuaikan dengan kriteria penilaian atas keberhasilan dalam melakukan fungsi kepemimpinannya. Jadi, apabila perusahaan mampu meningkatkan motivasi karyawannya maka mereka akan memperoleh banyak keuntungan.
Peningkatan motivasi karyawan ini dapat mendorong karyawan agar lebih cepat menyelesaikan pekerjaan mereka, kerusakan akan dapat diminimalisir, absensi akan dapat dikurangi, dan kemungkinan perpindahan karyawan dapat diperkecil. Hal ini diharapkan para pimpinan dalam perusahaan mampu mendorong karyawannya secara bersama-sama dalam meningkatkan produktivitas yang memuaskan. Produktivitas kerja rendah sering dijumpai pada perusahaan yang kurang memperhatikan kemampuan manajerial yang merupakan faktor paling dominan. Para pimpinan manajerial harus mampu mengelola karyawannya secara efektif bukan hanya ketrampilan teknisnya saja yang mutlak dimiliki. Para pimpinan harus menyusun rencana kerja, mengorganisasikan kegiatan para tenaga kerja sedemikian rupa untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Pimpinan juga harus mampu menggerakkan para karyawan agar mereka terdorong untuk mengerahkan kemampuannya menjalankan semua kegiatannya di perusahaan dengan tingkat efiseinsi dan produktivitas yang tinggi. Jika kemampuan manajerialnya rendah maka akan berdampak pada rendahnya produktivitas kerja karyawan. Karyawan akan selalu merasa jenuh, kurang bergairah, cepat merasakan bosan terhadap pekerjaannya, kurang rajin, sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah, sering menunda-nunda tugas atau bahkan pekerjaan yang asal selesai.
Hubungan kerja antara karyawan dan pimpinan harus terpelihara dengan baik. Hubungan akan lebih terpelihara jika pimpinan yang menduduki jabatan manajerial peka terhadap kebutuhan para karyawannya (human skill) dan mampu meningkatkan sikap dan perilaku karyawan. Seorang manajer harus berpikir secara konsepsional, membina kreativitas, mewujudkan kondisi organisasi yang harmonis. Karyawan yang mempunyai motivasi yang tinggi akan berusaha keras untuk mendapatkan hasil kerja yang maksimal, sehingga pekerjaan akan lebih cepat selesai dan produksi dapat meningkat. Sedang karyawan yang mempunyai motivasi rendah akan bekerja seenaknya dan tidak berusaha untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Motivasi kerja merupakan sumber pendorong bagi karyawan untuk melaksanakan aktivitasnya di tempat kerja, karena tanpa adanya motivasi maka pekerja tidak dapat bekerja dengan semestinya.
Contoh: PT. Tainesia Jaya (glucose syrup manufactur) terletak di Desa Sonoharjo, Kabupaten Wonogiri adalah sebuah perusahaan manufaktur yang mengolah tepung tapioka dari ketela pohon menjadi sirup glukosa sebagai bahan baku pembuatan permen dan sirup. Pada saat ini produktivitas kerja karyawan di PT. Tainesia Jaya masih relatif rendah untuk meningkatkan produktivitas karyawan agar hasil produksinya meningkat sesuai dengan tujuan perusahaan maka pimpinan berusaha meningkatkan kecakapan memotivasi, pendidikan, disiplin kerja, ketrampilan, sikap etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan kerja dan iklim kerja, teknologi, sarana produksi, jaminan sosial, manajemen, kesempatan berprestasi untuk mengelola karyawannya.
Untuk itu mengapa manajer perlu memotivasi karyawannya? Katakanlah bisa dijawab dari dua sisi. Pertama karena sebagian karyawan  bermotivasi rendah dan kedua agar kinerja karyawan dan perusahaan meningkat. Ada dugaan motivasi rendah karena faktor intrinsik berupa kemalasan kerja.Tepatkah hanya karena faktor itu? Tidak juga. Motivasi kerja karyawan rendah bisa jadi karena faktor ekstrinsik yakni lingkungan kerja yang kurang nyaman. Faktor lingkungan itu sendiri tidak sempit; bisa dilihat dari faktor kepemimpinan, hubungan sosial, fasilitas fisik, manajemen kompensasi, dsb. karena itu pendektannya perlu dari sisi intrinsik dan ekstrinsik karyawan. 
Kalau telaahannya seperti itu maka sudah termasuk berpikir lateral. De Bono mengidentifikasi empat langkah utama lateral thinking: (1) mengenali ide dominan dari masalah yang sedang dihadapi, (2) mencari cara-cara lain dalam memandang permasalahan, (3) melonggarkan kendali cara berpikir yang kaku, dan (4) memakai ide-ide acak untuk membangkitkan ide-ide baru. Misalnya bagaimana upaya yang perlu dilakukan manajemen puncak agar perusahaannya memiliki daya saing tinggi.
Pemahaman pendekatan peningkatan daya saing perusahaan begitu beragamnya. Bisa dalam bentuk penggunan teknologi tinggi, mutu produk tinggi, menciptakan efisiensi, perluasan segmen pasar, mutu sumberdaya manusia (SDM) tinggi,dan pelayanan kepada pelanggan yang prima. Untuk itu misalnya agar perusahaan memiliki daya saing tinggi maka manajemen puncak perlu memiliki ciri berbeda dalam hal mutu SDM karyawannya. Strateginya adalah dengan selalu merekrut calon karyawan dengan mutu SDM tinggi. Selain itu dengan cara meningkatkan mutu SDM melalui pelatihan-pelatihan bersinambung. Dengan strategi SDM itu maka manajemen yakin mutu produksi akan tinggi dan para pelanggan akan setia membeli produknya. Dalam hal ini setiap manajer begitu percaya bahwa mutu SDM karyawan tidak ada duanya di perusahaan lain. Pertanyaannya apakah keyakinan seperti itu layak?
Bagi manajer yang berpikir lateral bisa saja punya pendapat berbeda. Dia berpendapat bahwa produksi meningkat bukan semata-mata disebabkan oleh mutu dalam bentuk ketrampilan SDM karyawan saja. Tetapi juga oleh mutu motivasinya. Dia berpendapat karyawan dengan ketrampilan keras (hard skills) tinggi haruslah dilengkapi dengan ketrampilan lunak (soft skills) seperti dalam aspek-aspek berkomunikasi, kegigihan, kedisiplinan, pengelolaan diri, dan motivasi kerja. Motivasi kerja merupakan sentra unsur pribadi yang sangat menentukan kinerja karyawan dan perusahaan. Hal itu dapat didekati mulai dari meningkatkan kepuasan karyawan melalui pemberian insentif kompensasi finansial sampai non-finansial. Mulai dari peningkatan upah-gaji (finansial) sampai pengembangan karir (non-finansial). Namun apakah pendekatan itu selalu ampuh mengatasi motivasi kerja karyawan yang rendah? Tidak selalu karena ada unsur lain yang jauh lebih penting yakni memanusiakan para karyawan dalam arti yang sebenarnya.
Karyawan tidak semata-mata dipandang sebagai unsur produksi. Namun juga sebagai manusia yang memiliki kebutuhan psikologis untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan, diperlakukan tegur-sapa, dan pendekatan kekeluargaan. Kegiatan-kegiatan sosial dalam membangun hubungan seperti olahraga, kesenian, dan ramahtamah dalam suatu rangkaian acara halal bil halal atau natalan mungkin selama ini tidak diperhitungkan oleh perusahaan. Padahal pengamatan menunjukkan pendekatan ini sangat efektif untuk membangun motivasi kerja karyawan. Atau misalnya pernahkah manajer membayangkan bahwa tegur sapa ketika karyawan sedang bekerja merupakan alat yang efektif untuk meningkatkan spirit kerja karyawan? Pernahkah terpikirkan bahwa kalau karyawan atau anggota keluarganya sedang sakit dikunjungi sang manajer merupakan perhatian pribadi yang sangat tinggi? Dan akan membawa efek positif dalam membangun motivasi karyawan bersangkutan? Adakah pemikiran dalam setiap waktu ulang tahun perusahaan diperlukan semacam lomba di kalangan karyawan untuk menjadi kritikus dan pencetus gagasan; kemudian yang menang diberi hadiah?
Mungkin saja selama ini semua pemikiran itu tidak pernah dilakukan perusahaan bersangkutan. Dan tampaknya aneh. Kalau ada yang berpendapat seperti itu, biarkan saja. Karena tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Dalam kehidupan berbisnis seharusnya tersedia dan diperlukan “segudang” gagasan acak yang terbuka untuk dinilai dan diplilih. De Bono memerkenalkan suatu pendekatan yang disebut dengan PO (provocative operation) untuk menghasilkan ide-ide acak. PO merupakan sebuah ide yang mendorong seseorang berpikir ke tempat baru dengan ide-ide lainnya yang lebih masuk akal dalam mengatasi masalah. Dengan kata lain jangan terperangkap pada standar pendekatan yang ada. Istilahnya diperlukan “keberanian” untuk berpikir di luar “kotak”. Tujuan yang sama tetapi dengan cara dan gaya yang berbeda. Kebiasaan pola pikir yang terus dilatih pada gilirannya akan menimbulkan naluri dan intuisi yang tajam dalam mengembangkan motivasi karyawan. Memang itu membutuhkan waktu dan tentunya tidak “bim sala bim”; langsung jadi. Namun ketaatasasannya sangat diperlukan. Dan pada gilirannya akan membuahkan: ‘practice make perfect‘.

Pengertian Hubungan Industrial

Menurut Payaman J. Simanjuntak (2009), Hubungan industial adalah Hubungan semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan. Pihak yang berkepentingan dalam setiap perusahaan (Stakeholders):
1.      Pengusaha atau pemegang saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak manajemen
2.      Para pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh
3.      Supplier atau perusahaan pemasok
4.      Konsumen atau para pengguna produk/jasa
5.      Perusahaan Pengguna
6.      Masyarakat sekitar
7.      Pemerintah

Disamping para stakeholders tersebut, para pelaku hubungan industrial juga melibatkan:
1.      Para konsultan hubungan industrial dan/atau pengacara
2.      Para Arbitrator, konsiliator, mediator, dan akademisi
3.      Hakim-Hakim Pengadilan hubungan industrial

Abdul Khakim (2009) menjelaskan, istilah hubungan industrial merupakan terjemahan dari "labour relation" atau hubungan perburuhan. Istilah ini pada awalnya menganggap bahwa hubungan perburuhan hanya membahas masalah-masalah hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha. Seiring dengan perkembangan dan kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa masalah hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha ternyata juga menyangkut aspek-aspek lain yang luas. Dengan demikian, Abdul Khakim (2009) menyatakan hubungan perburuhan tidaklah terbatas hanya pada hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha, tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah.

 

Prinsip-Prinsip Hubungan Industrial

Payaman J. Simanjuntak (2009) menjelaskan beberapa prinsip dari Hubungan industrial, yaitu :
1.      Kepentingan Bersama: Pengusaha, pekerja/buruh, masyarakat, dan pemerintah
2.      Kemitraan yang saling menguntungan: Pekerja/buruh dan pengusaha sebagai mitra yang saling tergantung dan membutuhkan
3.      Hubungan fungsional dan pembagian tugas
4.      Kekeluargaan
5.      Penciptaan ketenangan berusaha dan ketentraman bekerja
6.      Peningkatan produktivitas
7.      Peningkatan kesejahteraan bersama

 

Sarana Pendukung Hubungan Industrial

Payaman J. Simanjuntak (2009) menyebutkan sarana-sarana pendukung Hubungan industrial, sebagai berikut :
1.      Serikat Pekerja/Buruh
2.      Organisasi Pengusaha
3.      Lembaga Kerjasama bipartit (LKS Bipartit)
4.      Lembaga Kerjasama tripartit (LKS Tripartit
5.      Peraturan Perusahaan
6.      Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
7.      Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaaan
8.      Lembaga penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial

 

Perundingan Kerja Bersama (PKB)

Perjanjian Kerja Bersama atau disingkat PKB merupakan pijakan karyawan dalam menorehkan prestasi yang pada gilirannya akan berujung kepada kinerja korporat dan kesejahteraan karyawan. Jadi, PKB memang penting bagi perusahaan manapun. Hubungan kerja senantiasa terjadi di masyarakat, baik secara formal maupun informal, dan semakin intensif didalam masyarakat modern. Di dalam hubungan kerja memiliki potensi timbulnya perbedaan pendapat atau bahkan konflik. Untuk mencegah timbulnya akibat yang lebih buruk, maka perlu adanya pengaturan di dalam hubungan kerja ini dalam bentuk PKB. Dalam prakteknya, persyaratan kerja diatur dalam bentuk perjanjian kerja yang sifatnya perorangan.
Perjanjian kerja Bersama ini dibuat atas persetujuan pemberi kerja dan Karyawan yang bersifat individual. Pengaturan persyaratan kerja yang bersifat kolektif dapat dalam bentuk Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).Perjanjian Kerja Bersama atau PKB sebelumnya dikenal juga dengan istilah KKB (Kesepakatan Kerja Bersama) / CLA (Collective Labour Agreement) adalah merupakan perjanjian yang berisikan sekumpulan syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak yang merupakan hasil perundingan antara Pengusaha, dalam hal ini diwakili oleh Managemen Perusahaan dan Karyawan yang dalam hal ini diwakili oleh Serikat Karyawan, serta tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan. Hal ini juga tertuang dalam Pasal 1 UU No.13 tahun 2003 Point 21.PKB dibuat dengan melalui perundingan antara managemen dan serikat karyawan.
Kesemua itu untuk menjamin adanya kepastian dan perlindungan di dalam hubungan kerja, sehingga dapat tercipta ketenangan kerja dan berusaha. Lebih dari itu, dengan partisipasi ini juga merupakan cara untuk bersama-sama memperkirakan dan menetapkan nasib perusahaan untuk masa depan.Masa berlakunya PKB paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 (satu) tahun. PKB juga merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk untuk menjalankan hubungan industrial, dimana sarana yang lain adalah serikat karyawan, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama bipartit, lembaga kerjasama tripartit, peraturan perusahaan, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Menurut ketentuan, Perundingan pembuatan PKB berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang berlaku. Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan, maka PKB yang sedang berlaku tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun. Sehingga dengan demikian proses pembuatan PKB tidak memakan waktu lama dan berlarut-larut sampai terjadi kebuntuan (dead lock) yang mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum.

Sumber:


1 komentar:

  1. terinakasih penjelasannya. masukan, salah satu solusi mudah untuk motivasi karyawan adalah dengan memberkn outbound training di sini Outbound Gravity

    BalasHapus