MEMOTIVASI KARYAWAN
UNTUK MENGHASILKAN PRODUK DAN JASA YANG BERKUALITAS

Perkembangan
perekonomian di era globalisasi saat ini sangat pesat. Pada era globalisasi ini
segalanya dituntut untuk mampu menghadapi persaingan yang lebih kompetitif baik
yang berasal dari dalam negeri maupun persaingan yang berasal dari luar negeri.
Dewasa ini, perusahaan benar-benar dituntut untuk meningkatkan efisiensi dalam
setiap kegiatan operasionalnya. Salah satu cara mengantisipasinya adalah
melalui pengembangan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dalam setiap
keahlian yang dimilikinya. Selain itu perusahaan harus menerapkan suatu sistem
yang tepat untuk menjalankan semua kegiatan organisasinya. Perusahaan akan
berkembang apabila organisasi tersebut mampu menerapkan sistem manajemen,
sistem fungsional, dan sistem operasional secara tepat, ini merupakan langkah
konkret yang harus ditempuh dalam perusahaan sebagai strategi dalam pencapaian
tujuan. Tujuan perusahaan hanya dapat dicapai jika para karyawan memiliki
gairah bekerja secara efektif, efisien dan produktif untuk mencapai prestasi
kerja secara optimal. Jika karyawan kurang bergairah dalam bekerja maka sulit
bagi perusahaan dapat memperoleh hasil yang memuaskan. Hal ini menuntut para
pimpinan untuk menggunakan kewenangannya dan menjalankan fungsi-fungsi
manajerial dengan baik, untuk memperbaiki sikap dan perilaku karyawan supaya
bekerja lebih giat dan produktivitas kerjanya meningkat.
Pada
umumnya karyawan bekerja dengan baik karena didorong oleh keinginan untuk dapat
memenuhi kebutuhan fisik dan rohaninya, sehingga manajerial perusahaan sedapat
mungkin memberikan kompensasi yang layak kepada karyawan. Terpenuhinya
kebutuhan karyawan dengan mendapatkan kompensasi tersebut maka karyawan merasa
ikut memiliki rasa tanggung jawab, bekerja giat, mematuhi disiplin, serta
menghasilkan produktivitas yang tinggi kepada perusahaan sehingga dengan
seiring sejalan perusahaan dapat memperoleh laba. Setiap perusahaan
menginginkan agar usahanya berhasil sesuai dengan harapan untuk mencapai tujuan
secara optimal. Cara yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut,
perusahaan harus memperhatikan sumber daya manusianya yaitu karyawan. Karyawan
yang bertanggung jawab harus memiliki kesadaran untuk menyeimbangkan antara kepentingan
individu dan organisasi melalui kerja sama yang saling menguntungkan. Agar
dapat menghasilkan efektivitas dan kualitas produk atau jasa sesuai harapan
dari suatu organisasi.
Kualitas
produksi sangat erat hubungannya dengan produktivitas kerja, sehingga sebuah
perusahaan selain memperhatikan masalah kuantitas juga memperhatikan kualitas
produksi dari karyawan, selain efisiensi waktu yang telah disediakan. Karyawan
harus mempunyai kesadaran untuk dapat bekerja lebih cepat dan berkualitas lebih
baik. Apabila karyawan hanya menitikberatkan pada segi jumlah atau kuantitas
saja, maka hal ini dapat membuat kualitas produk menurun dan akan merugikan
perusahaan. Jabatan pimpinan atau manajerial dalam organisasi memiliki peranan
paling dominan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja. Baik dalam
tingkat individu, kelompok maupun organisasi. Tetapi dalam menghadapi pihak
luar organisasi, mereka harus mampu meningkatkan kemampuan organisasi untuk
mencapai tujuan. Peranan tersebut bersifat interpersonal, informasional dan
peranan dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan
kenyataan tersebut, diperlukan usaha pengembangan dan peningkatan produktivitas
tenaga kerja yang ada, dalam hal ini terkait dengan kerja seorang manajer.
Seorang manajer mempunyai kemampuan sosial untuk mengelola tenaga kerjanya
secara efektif dengan program pengembangan karier, mengelola staf, mengelola
kinerja, kerja tim, motivasi dan pengembangan kelompok. Hal yang sering
dilupakan seorang manajer dalam mengambil keputusan biasanya adalah program
pelatihan dan pendidikan yang dapat mendorong dan meningkatkan motivasi kerja
karyawan agar lebih berprestasi. Program pelatihan dan pendidikan tersebut
berguna untuk meningkatkan kinerja karyawan dan produktivitas perusahaan secara
menyeluruh dalam waktu yang lama. Produktivitas kerja karyawan tidak terlepas
dari pandangan hidup dan sikap mental karyawan dalam menentukan kebijaksanaan
untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik dari pada sebelumnya. Sikap
mental seperti itu akan membuat karyawan berusaha mengembangkan diri dan
meningkatkan kemampuan kerjanya, karena itu manajer perlu mempunyai ketrampilan
untuk mengelola orang secara efektif. Peningkatan produktivitas dapat dicapai
melalui penggunaan energi secara fisik, bahan produksi yang lebih baik, dan
jalur produksi yang tepat serta organisasi yang baik.
Selain
itu, banyak sekali faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar diri manusia
yang sangat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, di antaranya adalah
tingkat pendidikan karyawan, gizi, dan kesehatan, tingkat pendidikan karyawan,
gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, etika kerja, disiplin kerja, motivasi
kerja, kesempatan manajemen, teknologi, kesempatan berprestasi, serta jaminan
sosial yang diberikan perusahaan demi keselamatan kerja karyawannya. Hubungan
motivasi dan produktivitas pada tingkat perusahaan sangat tergantung kepada
motivasi dari unsur manajemen dalam segala tingkat hierarki perusahaan yang
berperan didalamnya. Oleh karena itu, yang perlu mendapatkan perhatian adalah
bentuk kepemimpinan yang dianut perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan ini
menganut kepemimpinannya bersifat tunggal atau bersifat kelompok. Motivasi
manajer suatu perusahaan akan disesuaikan dengan kriteria penilaian atas
keberhasilan dalam melakukan fungsi kepemimpinannya. Jadi, apabila perusahaan
mampu meningkatkan motivasi karyawannya maka mereka akan memperoleh banyak
keuntungan.
Peningkatan
motivasi karyawan ini dapat mendorong karyawan agar lebih cepat menyelesaikan
pekerjaan mereka, kerusakan akan dapat diminimalisir, absensi akan dapat
dikurangi, dan kemungkinan perpindahan karyawan dapat diperkecil. Hal ini
diharapkan para pimpinan dalam perusahaan mampu mendorong karyawannya secara
bersama-sama dalam meningkatkan produktivitas yang memuaskan. Produktivitas
kerja rendah sering dijumpai pada perusahaan yang kurang memperhatikan
kemampuan manajerial yang merupakan faktor paling dominan. Para pimpinan
manajerial harus mampu mengelola karyawannya secara efektif bukan hanya
ketrampilan teknisnya saja yang mutlak dimiliki. Para pimpinan harus menyusun
rencana kerja, mengorganisasikan kegiatan para tenaga kerja sedemikian rupa
untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Pimpinan juga harus mampu
menggerakkan para karyawan agar mereka terdorong untuk mengerahkan kemampuannya
menjalankan semua kegiatannya di perusahaan dengan tingkat efiseinsi dan
produktivitas yang tinggi. Jika kemampuan manajerialnya rendah maka akan
berdampak pada rendahnya produktivitas kerja karyawan. Karyawan akan selalu
merasa jenuh, kurang bergairah, cepat merasakan bosan terhadap pekerjaannya,
kurang rajin, sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah, sering
menunda-nunda tugas atau bahkan pekerjaan yang asal selesai.
Hubungan
kerja antara karyawan dan pimpinan harus terpelihara dengan baik. Hubungan akan
lebih terpelihara jika pimpinan yang menduduki jabatan manajerial peka terhadap
kebutuhan para karyawannya (human skill)
dan mampu meningkatkan sikap dan perilaku karyawan. Seorang manajer harus
berpikir secara konsepsional, membina kreativitas, mewujudkan kondisi
organisasi yang harmonis. Karyawan yang mempunyai motivasi yang tinggi akan
berusaha keras untuk mendapatkan hasil kerja yang maksimal, sehingga pekerjaan
akan lebih cepat selesai dan produksi dapat meningkat. Sedang karyawan yang
mempunyai motivasi rendah akan bekerja seenaknya dan tidak berusaha untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Motivasi kerja merupakan sumber pendorong bagi
karyawan untuk melaksanakan aktivitasnya di tempat kerja, karena tanpa adanya
motivasi maka pekerja tidak dapat bekerja dengan semestinya.
Contoh:
PT. Tainesia Jaya (glucose syrup
manufactur) terletak di Desa Sonoharjo, Kabupaten Wonogiri adalah sebuah
perusahaan manufaktur yang mengolah tepung tapioka dari ketela pohon menjadi
sirup glukosa sebagai bahan baku pembuatan permen dan sirup. Pada saat ini
produktivitas kerja karyawan di PT. Tainesia Jaya masih relatif rendah untuk
meningkatkan produktivitas karyawan agar hasil produksinya meningkat sesuai
dengan tujuan perusahaan maka pimpinan berusaha meningkatkan kecakapan
memotivasi, pendidikan, disiplin kerja, ketrampilan, sikap etika kerja, gizi
dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan kerja dan iklim kerja,
teknologi, sarana produksi, jaminan sosial, manajemen, kesempatan berprestasi
untuk mengelola karyawannya.
Untuk itu mengapa
manajer perlu memotivasi karyawannya? Katakanlah bisa dijawab dari dua sisi.
Pertama karena sebagian karyawan bermotivasi rendah dan kedua agar
kinerja karyawan dan perusahaan meningkat. Ada dugaan motivasi rendah karena
faktor intrinsik berupa kemalasan kerja.Tepatkah hanya karena faktor itu? Tidak
juga. Motivasi kerja karyawan rendah bisa jadi karena faktor ekstrinsik yakni
lingkungan kerja yang kurang nyaman. Faktor lingkungan itu sendiri tidak
sempit; bisa dilihat dari faktor kepemimpinan, hubungan sosial, fasilitas
fisik, manajemen kompensasi, dsb. karena itu pendektannya perlu dari sisi
intrinsik dan ekstrinsik karyawan.
Kalau
telaahannya seperti itu maka sudah termasuk berpikir lateral. De Bono
mengidentifikasi empat langkah utama lateral thinking: (1) mengenali
ide dominan dari masalah yang sedang dihadapi, (2) mencari cara-cara lain dalam
memandang permasalahan, (3) melonggarkan kendali cara berpikir yang kaku, dan
(4) memakai ide-ide acak untuk membangkitkan ide-ide baru. Misalnya bagaimana
upaya yang perlu dilakukan manajemen puncak agar perusahaannya memiliki daya
saing tinggi.
Pemahaman
pendekatan peningkatan daya saing perusahaan begitu beragamnya. Bisa dalam
bentuk penggunan teknologi tinggi, mutu produk tinggi, menciptakan efisiensi,
perluasan segmen pasar, mutu sumberdaya manusia (SDM) tinggi,dan pelayanan
kepada pelanggan yang prima. Untuk itu misalnya agar perusahaan memiliki daya
saing tinggi maka manajemen puncak perlu memiliki ciri berbeda dalam hal mutu
SDM karyawannya. Strateginya adalah dengan selalu merekrut calon karyawan
dengan mutu SDM tinggi. Selain itu dengan cara meningkatkan mutu SDM melalui
pelatihan-pelatihan bersinambung. Dengan strategi SDM itu maka manajemen yakin
mutu produksi akan tinggi dan para pelanggan akan setia membeli produknya.
Dalam hal ini setiap manajer begitu percaya bahwa mutu SDM karyawan tidak ada
duanya di perusahaan lain. Pertanyaannya apakah keyakinan seperti itu layak?
Bagi manajer
yang berpikir lateral bisa saja punya pendapat berbeda. Dia berpendapat bahwa
produksi meningkat bukan semata-mata disebabkan oleh mutu dalam bentuk
ketrampilan SDM karyawan saja. Tetapi juga oleh mutu motivasinya. Dia
berpendapat karyawan dengan ketrampilan keras (hard skills) tinggi haruslah dilengkapi dengan ketrampilan lunak (soft skills) seperti dalam aspek-aspek
berkomunikasi, kegigihan, kedisiplinan, pengelolaan diri, dan motivasi kerja.
Motivasi kerja merupakan sentra unsur pribadi yang sangat menentukan kinerja
karyawan dan perusahaan. Hal itu dapat didekati mulai dari meningkatkan
kepuasan karyawan melalui pemberian insentif kompensasi finansial sampai
non-finansial. Mulai dari peningkatan upah-gaji (finansial) sampai pengembangan
karir (non-finansial). Namun apakah pendekatan itu selalu ampuh mengatasi
motivasi kerja karyawan yang rendah? Tidak selalu karena ada unsur lain yang
jauh lebih penting yakni memanusiakan para karyawan dalam arti yang sebenarnya.
Karyawan tidak
semata-mata dipandang sebagai unsur produksi. Namun juga sebagai manusia yang
memiliki kebutuhan psikologis untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan,
diperlakukan tegur-sapa, dan pendekatan kekeluargaan. Kegiatan-kegiatan sosial
dalam membangun hubungan seperti olahraga, kesenian, dan ramahtamah dalam suatu
rangkaian acara halal bil halal atau natalan mungkin selama ini tidak
diperhitungkan oleh perusahaan. Padahal pengamatan menunjukkan pendekatan ini
sangat efektif untuk membangun motivasi kerja karyawan. Atau misalnya pernahkah
manajer membayangkan bahwa tegur sapa ketika karyawan sedang bekerja merupakan
alat yang efektif untuk meningkatkan spirit kerja karyawan? Pernahkah
terpikirkan bahwa kalau karyawan atau anggota keluarganya sedang sakit
dikunjungi sang manajer merupakan perhatian pribadi yang sangat tinggi? Dan
akan membawa efek positif dalam membangun motivasi karyawan bersangkutan?
Adakah pemikiran dalam setiap waktu ulang tahun perusahaan diperlukan semacam
lomba di kalangan karyawan untuk menjadi kritikus dan pencetus gagasan;
kemudian yang menang diberi hadiah?
Mungkin saja
selama ini semua pemikiran itu tidak pernah dilakukan perusahaan bersangkutan.
Dan tampaknya aneh. Kalau ada yang berpendapat seperti itu, biarkan saja.
Karena tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Dalam kehidupan berbisnis
seharusnya tersedia dan diperlukan “segudang” gagasan acak yang terbuka untuk
dinilai dan diplilih. De Bono memerkenalkan suatu pendekatan yang disebut
dengan PO (provocative operation) untuk menghasilkan ide-ide acak. PO
merupakan sebuah ide yang mendorong seseorang berpikir ke tempat baru dengan
ide-ide lainnya yang lebih masuk akal dalam mengatasi masalah. Dengan kata lain
jangan terperangkap pada standar pendekatan yang ada. Istilahnya diperlukan
“keberanian” untuk berpikir di luar “kotak”. Tujuan yang sama tetapi dengan
cara dan gaya yang berbeda. Kebiasaan pola pikir yang terus dilatih pada
gilirannya akan menimbulkan naluri dan intuisi yang tajam dalam mengembangkan
motivasi karyawan. Memang itu membutuhkan waktu dan tentunya tidak “bim sala
bim”; langsung jadi. Namun ketaatasasannya sangat diperlukan. Dan pada
gilirannya akan membuahkan: ‘practice make perfect‘.
Pengertian Hubungan Industrial
Menurut Payaman J. Simanjuntak (2009), Hubungan industial adalah
Hubungan semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi
barang atau jasa di suatu perusahaan. Pihak yang berkepentingan dalam setiap
perusahaan (Stakeholders):
1. Pengusaha
atau pemegang saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak manajemen
2. Para
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh
3. Supplier
atau perusahaan pemasok
4. Konsumen
atau para pengguna produk/jasa
5. Perusahaan
Pengguna
6. Masyarakat
sekitar
7. Pemerintah
Disamping para stakeholders tersebut, para pelaku hubungan
industrial juga melibatkan:
1. Para
konsultan hubungan industrial dan/atau pengacara
2. Para
Arbitrator, konsiliator, mediator, dan akademisi
3. Hakim-Hakim
Pengadilan hubungan industrial
Abdul Khakim (2009) menjelaskan, istilah hubungan industrial
merupakan terjemahan dari "labour relation" atau hubungan perburuhan.
Istilah ini pada awalnya menganggap bahwa hubungan perburuhan hanya membahas
masalah-masalah hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha. Seiring dengan
perkembangan dan kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa masalah hubungan
kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha ternyata juga menyangkut aspek-aspek
lain yang luas. Dengan demikian, Abdul Khakim (2009) menyatakan hubungan
perburuhan tidaklah terbatas hanya pada hubungan antara pekerja/buruh dan
pengusaha, tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah.
Prinsip-Prinsip Hubungan Industrial
Payaman J. Simanjuntak (2009) menjelaskan beberapa prinsip dari
Hubungan industrial, yaitu :
1. Kepentingan
Bersama: Pengusaha, pekerja/buruh, masyarakat, dan pemerintah
2. Kemitraan
yang saling menguntungan: Pekerja/buruh dan pengusaha sebagai mitra yang saling
tergantung dan membutuhkan
3. Hubungan
fungsional dan pembagian tugas
4. Kekeluargaan
5. Penciptaan
ketenangan berusaha dan ketentraman bekerja
6. Peningkatan
produktivitas
7. Peningkatan
kesejahteraan bersama
Sarana Pendukung Hubungan Industrial
Payaman J. Simanjuntak (2009) menyebutkan sarana-sarana pendukung
Hubungan industrial, sebagai berikut :
1. Serikat
Pekerja/Buruh
2. Organisasi
Pengusaha
3. Lembaga
Kerjasama bipartit (LKS Bipartit)
4. Lembaga
Kerjasama tripartit (LKS Tripartit
5. Peraturan
Perusahaan
6. Perjanjian
Kerja Bersama (PKB)
7. Peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaaan
8. Lembaga
penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial
Perundingan Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian Kerja Bersama atau disingkat PKB merupakan pijakan
karyawan dalam menorehkan prestasi yang pada gilirannya akan berujung kepada
kinerja korporat dan kesejahteraan karyawan. Jadi, PKB memang penting bagi
perusahaan manapun. Hubungan kerja senantiasa terjadi di masyarakat, baik
secara formal maupun informal, dan semakin intensif didalam masyarakat modern.
Di dalam hubungan kerja memiliki potensi timbulnya perbedaan pendapat atau
bahkan konflik. Untuk mencegah timbulnya akibat yang lebih buruk, maka perlu
adanya pengaturan di dalam hubungan kerja ini dalam bentuk PKB. Dalam
prakteknya, persyaratan kerja diatur dalam bentuk perjanjian kerja yang
sifatnya perorangan.
Perjanjian kerja Bersama ini dibuat atas persetujuan pemberi kerja
dan Karyawan yang bersifat individual. Pengaturan persyaratan kerja yang
bersifat kolektif dapat dalam bentuk Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian
Kerja Bersama (PKB).Perjanjian Kerja Bersama atau PKB sebelumnya dikenal juga
dengan istilah KKB (Kesepakatan Kerja Bersama) / CLA (Collective Labour
Agreement) adalah merupakan perjanjian yang berisikan sekumpulan syarat-syarat
kerja, hak dan kewajiban para pihak yang merupakan hasil perundingan antara
Pengusaha, dalam hal ini diwakili oleh Managemen Perusahaan dan Karyawan yang
dalam hal ini diwakili oleh Serikat Karyawan, serta tercatat pada instansi yang
bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan. Hal ini juga tertuang dalam Pasal 1
UU No.13 tahun 2003 Point 21.PKB dibuat dengan melalui perundingan antara
managemen dan serikat karyawan.
Kesemua itu untuk menjamin adanya kepastian dan perlindungan di
dalam hubungan kerja, sehingga dapat tercipta ketenangan kerja dan berusaha.
Lebih dari itu, dengan partisipasi ini juga merupakan cara untuk bersama-sama
memperkirakan dan menetapkan nasib perusahaan untuk masa depan.Masa berlakunya
PKB paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang masa berlakunya paling
lama 1 (satu) tahun. PKB juga merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk
untuk menjalankan hubungan industrial, dimana sarana yang lain adalah serikat
karyawan, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama bipartit, lembaga kerjasama
tripartit, peraturan perusahaan, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan,
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Menurut ketentuan, Perundingan pembuatan PKB berikutnya dapat
dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang
berlaku. Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan, maka PKB yang sedang
berlaku tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun. Sehingga dengan
demikian proses pembuatan PKB tidak memakan waktu lama dan berlarut-larut
sampai terjadi kebuntuan (dead lock) yang mengakibatkan tidak adanya kepastian
hukum.
Sumber:
terinakasih penjelasannya. masukan, salah satu solusi mudah untuk motivasi karyawan adalah dengan memberkn outbound training di sini Outbound Gravity
BalasHapus